Friday, July 20, 2018

Jam Gadang, The Iconic Landmark of Bukittinggi

So when was the last time for me visiting this cold town, Bukittinggi?

Waktu itu Def kira-kira masih berusia kurang dari 2 tahun, jadi mungkin sekitar tahun 2005. Ok, itu artinya 13 tahun sudah berlalu, dan tahun ini ada kesempatan lagi mengunjungi kota ini. Apakah ada yang berubah dari kota ini?

Bedanya kali ini sebelum sampai di kota Bukittinggi, kita mampir dulu makan siang di Benteng Fort de Kock, sebuah benteng peninggalan Belanda. Benteng yang didirikan pada masa pemerintahan Hendrick Merkus de Kock ini dulunya dijadikan tentara Belanda sebagai tempat perlindungan dari gempuran rakyat Minangkabau. Setelah direnovasi, Benteng ini kemudian dijadikan taman kota oleh pemerintah daerah, meskipun begitu bentuk bangunan benteng dan meriam-meriam yang ada disekitarnya masih tetap dipertahankan keberadaannya. Dari Benteng Fort de Kock ini, kita sudah bisa melihat puncak ikon kota Bukittinggi, yaitu Jam Gadang.


Kota Bukittinggi, walaupun udaranya tidak sedingin 13 tahun yang lalu, tapi masih tetap sejuk dan berangin. Pada saat kami datang, Pasar Bukittinggi yang terkenal itu, sedang direnovasi, akibat musibah kebakaran belum lama ini. Tapi hal itu tidak mnegurungkan rombongan emak-emak ini untuk wisata belanja disitu. Kain, baju kurung dan hijab berbordir khas Bukittinggi, masih tetap menjadi incaran kami. Disamping pisang srikaya dan keripik-keripik cemilan khas Bukittinggi.


Sebelum pulang, foto di depan Jam Gadang adalah tetap menjadi suatu keharusan. Be like a tourist, it wont bother! Bertahun-tahun berlalu, sudah banyak tulisan mengenai kemegahan Jam Gadang, pun begitu ia tetaplah menjadi pusat perhatian, baik bagi turis lokal maupun internasional. For your info, Jam Gadang yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda ini adalah merupakan hadiah dari Ratu Wilhelmina kepada pejabat sekretaris atau controller kota Bukittinggi. Terimakasih loh Ratu Wilhelmina, hadiahnya masih bisa kita nikmati hingga hari ini. Belum sah ke Padang kalau belum ke Bukittinggi, katanya. Pada saat weekend, pengunjungnya semakin ramai, dan semakin banyak yang berfoto di depannya. Berbagai macam gaya, bahkan sampai jungkir balik sekalipun, demi mendapatkan foto sebagus mungkin. Jangan lupa, sekalian naik bendi, dan biarkan pak kusir bekerja mengendali kuda supaya baik jalannya untuk berkeliling kota yang kecil dan sejuk ini.


Akhir kata, saya persembahkan foto emak-emak yang baru aja kelar belanja di Pasar Atas dan Pasar Bawah Bukittinggi, bersiap2 makan pisang srikaya di perjalanan pulang, dengan hati senang karena baru aja mendapatkan kain berbordir, jilbab berbordir, mukena terbaru dan sepatu merk perancang internasional (yang KW laaaah...) dengan harga lebih miring daripada di ITC Kuningan Jakarta.