It’s going to be a loooong posting….that’s why I separate it into some postings.
Setelah batuk pilek yang disusul dgn demam sejak hari Jumat malam (11/03), akhirnya Quinsha dibawa ke dokter Soenanto hari Sabtu malam (12/03). Tapi sejak hari Sabtu itu demamnya turun naik, dikasih obat panas ya demamnya turun, tapi gak lama kemudian panas lagi. Begitu terus sampe hari Selasa (15/03). Rewelnya juga minta ampun, maunya digendong terus, tapi gak mau makan ato minum susu, minum air putihnya juga dikit. Diputuskanlah hari Selasa malam qta balik lagi ke dokter Soenanto.
Nah tapi hari Selasa sore itu, ada bom meledak di Komunitas Utan Kayu, heboh banget, yg bikin sepanjang jalan Utan Kayu ditutup untuk umum dijaga polisi. Yg boleh masuk hanya kendaraan yg memang pemiliknya tinggal di Utan Kayu dan tujuannya mau pulang ke rumahnya. Jadi dokter Soenanto gak bisa masuk dong ke jalan Utan Kayu, dgn kata lain dia gak bisa praktek. Qta takut kalo kelamaan dibawa ke dokternya, Quinsha akan makin demam dan tambah parah. Ibu inget sama dokter Edwin, dokternya kakak Daffa juga yg dulu pernah praktek di Utan Kayu, sehari2nya dia ada di RS. St. Carolus. Telepon kesana, dokter Edwin masih ada, berangkatlah qta, sama kakak Daffa juga, ke sana sekitar jam setengah delapan malam.
Jam setengah sembilan Quinsha diperiksa oleh dokter Edwin. Untuk memastikan penyebab demamnya ini, dokter pun nyuruh Quinsha test darah. Ibu udh tebak nih, pasti bakalan disuruh test darah. Aduh itu ya selama test darah, Quinsha nangis terus, mana nyari pembuluh darahnya susah bener lagi. Ada kali stengah jam Quinsha nangis, dan itu rasanya kayak berjam2 loh, gak tega banget pdhal. Ibu berdoa suapaya orang lab itu seceopatnya ngedapetin pembuluh darahnya Quinsha, supaya penderitaannya berakhir. Quinsha tuh narik2 baju ibu seolah2 minta pertolongan gitu, ya ampun, gak tegaaa… Hasil test nya keluar sejam kemudian, sekitar jam stengah sebelas. Dari hasil test itu ketauan kalo ada infeksi bakteri di dalam darahnya, akibatnya badannya demam dan sel darah putihnya tinggi yg merupakan salah satu tanda adanya infeksi di dlm tubuh. Dokter pun langsung menyarankan utk dirawat inap supaya bisa dikasih antibiotika secara intensif, sekalian dipasang infus.
Ya Allah, mendengar keputusan dokter itu, kaki-kaki ini serasa udah nggak nginjek bumi lagi. Gak kebayang harus ngebiarin Quinsha yg masih bayi ini dirawat di rumah sakit. Tapi kalo memang itu yg terbaik, ibu pasrah aja demi kesembuhan Quinsha. Malam itu, hampir jam sebelas malam, qta daftar utk rawat inap. Pd saat yg sama, qta kasih tau Oma ttg hal ini. Oma bilang, kalo memang harus dirawat, sebetulnya kan gak harus dirawat di rumah sakit itu, adalah hak kita utk pindah rumah sakit. Oiya, qta memang panik dan kaget, jadi apa yg disuruh dokter kita langsung ikuti tanpa pikir panjang. Krn diingetin sama Oma itulah, qta berpikir utk pindah rumah sakit yg lebih deket dari rumah, yaitu RS Dharma Nugraha. Jadi dicancel lah semua dokumen pendaftaran kita di Carolus dan mrk bilang itu semua hak qta sebagai pasien mau dirawat di rumah sakit mana (ya Allah, saat itu qta baru inget bahwa qta sbg pasien juga punya hak)
(continued to part 2 )
No comments:
Post a Comment